Senin, 17 September 2012

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN


PROSES PENGAJUAN, TEKNIK PENYUSUNAN DAN PENGUNDANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PENDAHULUAN
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasamya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.
Sesuai dengan bunyi pasal 1 UU No. 10 tahun 2004 di atas, bahwa proses sebuah peraturan menjadi legal dan mempunyai daya ikat atau kekuatan hukum tetap harus melewati beberapa tahap. Adapun yang akan di bahas dalam makalah ini hanya sebagian dari tahap-tahap di atas, yaitu tahap persiapan, teknik penyusunan dan pengundangan.
Pertama, tahap persiapan ini menjelaskan bagaimana prosedur pengajuan sebuah peraturan perundang-undangan. Karena terdapat berbagai jenis bentuk peraturan perundang-undangan, dimana setiap jenisnya mempunyai spesifikasi kewenangan legislasi (pembuatan peraturan) yang berbeda-beda, maka perlu dijelaskan satu persatu sesuatu dengan hirarki jenis/bentuk peraturan perundang-undangan tersebut.
Kedua, tahap teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. dalam tahap ini dapat dilihat lebih rinci di lampiran UU No. 10 tahun 2004. Akan tetapi dalam lampiran tersebut hanya menjelaskan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan secara umum, khususnya mengenai Peraturan Daerah terdapat aturan tersendiri. Ketiga, Tahap Pengundangan sangatlah penting bagi sebuah peraturan perundang-undangan, karena dengan adanya pengundangan ini sebuah peraturan perundang-undangan mempunyai daya ikat atau kekuatan hukum tetap dan dapat dilaksanakan.
Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah pada tahap perencanaan peraturan perundang-undangan telah diatur mengenai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan secara terencana, bertahap, terarah, dan terpadu. Oleh karena itu, untuk menunjang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diperlukan peran tenaga perancang peraturan perundang-undangan sebagai tenaga fungsional yang berkualitas yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah, dan merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan.
I. PROSES PENGAJUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Undang-Undang (UU)
Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan rancangan undang-undang baik dari DPR atau DPD diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.
Penyebarluasan rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat. Dan Penyebarluasan rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden dilaksanakan cleh instansi pemrakarsa.
Dalam rangka penyiapan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang, masyarakat dapat memberikan masukan kepada Pemrakarsa. Masukan dilakukan dengan menyampaikan pokok-pokok materi yang diusulkan. Masyarakat dalam memberikan masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap dan jelas.
B. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dilakukan dalam bentuk pengajuan rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang.
C. Peraturan Pemerintah
Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, Pemrakarsa membentuk Panitia Antardepartemen. Tata cara pembentukan Panitia Antardepartemen, pengharmonisasian, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden berlaku mutatis mutandis ketentuan Bab II tentang Penyusunan Undang-Undang.
D. Peraturan Presiden
Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, Pemrakarsa dapat membentuk Panitia Antardepartemen. Tata cara pembentukan Panitia Antardepartemen, pengharmonisasian, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Presiden kepada Presiden berlaku mutatis mutandis ketentuan Bab II tentang Penyusunan Undang-Undang.
E. Peraturan Daerah (Perda)
Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah atau gubernur, atau bupati/walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, atau kota. Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh gubernur atau bupati/walikota kemudian disampaikan dengan surat pengantar gubernur atau bupati/walikota kepada dewan perwakilan rakyat daerah oleh gubernur atau bupati/walikota. Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh dewan perwakilan rakyat daerah disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/walikota.
Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Dan dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jenis Produk Hukum Daerah terdiri atas :
a. Peraturan Daerah;
b. Peraturan Kepala Daerah;
c. Peraturan Bersama Kepala Daerah;
d. Keputusan Kepala Daerah; dan
e. Instruksi Kepala Daerah.
II. TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang berdasarkan Prolegnas, Pemrakarsa membentuk Panitia Antardepartemen. Keanggotaan Panitia Antardepartemen terdiri atas unsur departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen yang terkait dengan substansi Rancangan Undang-Undang. Panitia Antardepartemen dipimpin oleh seorang ketua yang ditunjuk oleh Pemrakarsa.Panitia Antardepartemen penyusunan Rancangan Undang-Undang dibentuk setelah Prolegnas ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat. Penyusunan Rancangan Undang-Undang yang didasarkan Prolegnas tidak memerlukan persetujuan izin prakarsa dari Presiden.
Dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat menyusun Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden. Dalam rangka penyusunan konsepsi Rancangan Undang-Undang di luarProlegnas, Pemrakarsa wajib mengkonsultasikan konsepsi tersebut kepada Menteri dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang. Kemudian Menteri mengkoordinasikan pembahasan konsepsi tersebut dengan pejabat yang bewenang mengambil keputusan, ahli hukum, dan/atau perancang peraturan perundang-undangan dari lembaga Pemrakarsa dan lembaga terkait lainnya. Apabila dipandang perlu, koordinasi dapat pula melibatkan perguruari tinggi dan atau organisasi.
Yang dimaksud dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan disini adalah teknik atau susunan dalam membuat sebuah peraturan perundang-undangan. hal ini dijelaskan dalam lampiran UU No. 10 Tahun 2004. Secara garis besar susunan dari sebuah peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut :
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar, Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (Jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (Jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (Jika diperlukan)
Sedangkan rincian dari pointer di atas dapat dilihat pada lampiran UU No. 10 tahun 2004 karena begitu banyaknya spesifikasi atau rinciannya. Khusus untuk proses penyusunan produk hukum daerah mempunyai aturan tersendiri yang diatur dalam PMDN No.16 tahun 2006 Tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.
Pimpinan satuan kerja perangkat daerah menyusun rancangan produk hukum daerah. Selain itu penyusunan produk hukum daerah juga dapat didelegasikan kepada Biro Hukum atau Bagian Hukum. Ketua Tim Antar Satuan Kerja Perangkat Daerah melaporkan perkembangan rancangan produk hukum daerah dan/atau permasalahan kepada Sekretaris Daerah untuk memperoleh arahan. Pembahasan rancangan peraturan daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik atas inisiatif pemerintah maupun atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dibentuk tim asistensi dengan sekretariat berada pada Biro Hukum atau Bagian Hukum.
III. PENGUNDANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Suatu peraturan perundang-undangan yang sudah disahkan atau ditetapkan baru dapat berlaku mengikat umum apabila telah diundangkan dalam Suatu Lembaran Negara (LN) atau Berita Negara. Dan Lembaran Daerah dan Berita Daerah untuk Peraturan Perundang-undangan tingkat Daerah.
Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
Istilah Pengundangan atau Afkondiging atau Promulgation dapat berarti juga Publicate atau Publication. Yang dimaksud pengundangan di sini adalah pemberitahuan secara formal suatu peraturan negara dengan penempatannya dalam suatu penerbitan resmi yang khusus untuk maksud itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Landasan perlunya suatu pengundangan adalah een eider wordt geacht de wet te kennen (setiap orang dianggap mengetahui undang-undang) atau ignorantia iuris neminem excusat/ignorance of the law excuses no man (ketidaktahuan seseorang terhadap undang-undang tidak memaafkannya).
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam
a. Lembaran Negara Republik Indonesia;
b. Berita Negara Republik Indonesia;
c. Lembaran Daerah; atau
d. Berita Daerah.
Peraturan Perandang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, meliputi:
a. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang;
b. Peraturan Pemerintah;
c. Peraturan Presiden mengenai:
1. perigesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional; dan
2. peryataan keadaan bahaya.
d. Perataran Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Sedangkan Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Letak pasal yang mengatur pengundangan ini biasanya terletak dalam ketentuan penutup.
Adapun pengundangan peraturan daerah atau sebutan lainnya dan pengumuman peraturan kepala daerah serta peraturan bersama kepala daerah dilakukan oleh sekretaris daerah (sekda) dan dapat didelegasikan kepada kepala Biro Hukum atau Kepala Bagian Hukum.

PENUTUP
Untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan tatanan yang tertib (good Governance) antara lain di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan. Tertib Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dirintis sejak saat perencanaan sampai dengan pengundangannya supaya tidak kehilangan arah atau tujuan (loss purpose) sebagai negara hukum (rechtstaat). Untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik, penyusunan maupun pemberlakuannya.

Rabu, 05 September 2012

HUKUM PERIKATAN

Definisi hukum perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu  terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
.Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
· Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
· Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum

Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu :
1) Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
2) Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain.
Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Misalnya A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang tersebut :
– Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
- Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
- Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
Pembebasan utang
Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
Dengan pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan : (1) pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang, (2) pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama, (3) pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
Musnahnya barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut. Sebelu ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku. Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah pasti karena wali dari A atau A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar jual beli dan penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.
Syarat yang membatalkan
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif. Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.
Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.
Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam
lampau waktu, yaitu :
(1). Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut
”acquisitive prescription”;
(2). Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan
dari
tuntutan, disebut ”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis.
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/wanprestasi-dan-akibat-akibatnya/
http://www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan
http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan

Senin, 03 September 2012

ILMU NEGARA

UNSUR-UNSUR NEGARA
  • UNSUR NEGARA SECARA KLASIK
  • UNSUR NEGARA SECARA YURIDIS
  • UNSUR NEGARA SECARA SOSIOLOGIS
  • UNSUR NEGARA MENURUT KONSEP HUKUM INTERNASIONAL
UNUSUR NEGARA SECARA KLASIK/TRADISIONAL
  • WILAYAH TERTENTU
  • RAKYAT
  • PEMERINTAHAN YANG BERDAULAT
WILAYAH TERTENTU
  • Batas wilayah dimana kekuasaan negara itu berlaku.
  • Dkl, kekuasaan negara itu tidak berlaku di luar batas wilayahnya krn bisa menimbulkan sengketa internasional (kecuali di daerah ekstrateritorial, seperti kedutaan asing, kapal/pesawat perang berbendera asing)
Di mana kita melihat batas wilayah tertentu itu?
  • Perjanjian batas-batas wilayah yg dibuat secara bilateral à melibatkan dua negara;
  • Perjanjian batas-batas wilayah yg dibuat secara multilateral à melibatkan lebih dari dua negara.
  • Penentuan dlm Konstitusi (UUD) hanya suatu peringatan saja bhw negara mempunyai wilayah yg berbatas.
Pandangan Georg Jellinek ttg Unsur Wilayah
  • Segi Negatif à tidak ada ada organisasi lain yg berpengaruh di atas wilayah tertentu itu, kecuali:
1. Perjanjian tertentu (kondorminium)
2. Susunan negara serikat
3. Negara protektorat
4. Negara yg kalah perang (ocupation)
  • Segi Positif à setiap orang yg berada di atas wilayah tertentu itu tunduk kpd penguasanya.
RAKYAT
  • Rakyat à sekumpulan orang yg hidup disuatu tempat.
  • Rumpun/ras à kumpulan orang yg mempunyai ciri-ciri jasmaniah yg sama (warna kulit, rambut, bentuk badan, bentuk muka, dll).
  • Suku à kumpulan orang yg mempunyai kesamaan kebudayaan.
  • Bangsa (natie) rakyat yg sudah berkesadaran à membentuk negara.
Empat Unsur Bangsa (natie)
DR. HERTS:
1. Ada hasrat kesatuan;
2. Ada hasrat untuk merdeka;
3. Ada hasrat keaslian budaya;
4. Ada hasrat memiliki/mempertahankan kehormatan.
Bangsa (natie) – J.J. Rousseau
  • Citoyen à golongan bangsa yg berstatus aktif;
  • Suyet à bangsa yg tunduk pada kekuasaan di atasnya atau bangsa yg berstatus pasif;
Bangsa (natie) – G. Jellinek
  • Status Positif à hak warga negara utk menuntut tindakan positif pd negara ttg perlindungan dan kesejahteraan;
  • Status Negatif ànegara tidak boleh campur tangan/merugikan hak-hak asasi warganya;
  • Status Aktif à hak warga negara utk berpartisipasi dalam pemerintahan;
  • Status Pasif kewajiban warga ànegara utk mematuhi hukum/perintah negara.
Asas-asas Kewarganegaraan
  • Ius Sanguinus à seseorang menjadi warga negara berdasarkan keturunan.
  • Ius Soli à seseorang menjadi warga negara berdasarkan tempat kelahiran.
  • Campuran à apabila dua asas di atas sekaligus diberlakukan.
Dwi Kewarganegaraan (Bipatride)
  • Terjadi apabila seseorang lahir di negara yg menganut asas tempat kelahiran (ius soli), namun orang tuanya berasal dari negara yg menganut asas keturunan (ius sanguinus).
  • Misalnya à anak yg lahir di Inggris namun orang tuanya (ayahnya) berkewargaan Belanda.
Tanpa Kewarganegaraan (Apatride/stateless)
  • Terjadi apabila seseorang lahir di negara yg menganut asas keturunan (ius sanguinus), namun orang tuanya berasal dari negara yg menganut asas tempat kelahiran (ius soli).
  • Misalnya à anak yg dilahirkan di Belanda namun orang tuanya (ayahnya) berkewargaan Inggris (& tidak dilaporkan dlm waktu 12 bulan sejak kelahirannya di Ked.Inggris)
Bagaimana pengaturan kewarganegaraan di Indonesia?
  • UU No. 62 Tahun 1958:
  • ÄMenganut asas “ius sanguinis” di mana kewarganegaan anak ditentukan oleh kewarganegaraan ayahnya.
  • Dlm UU tsb, hanya anak yg lahir di luar nikah dan jika status kewarganegaraan ayahnya tidak diketahui, maka kewarganegaraan anak bisa mengikuti ibunya à diskriminasi gender?
UU 12/2006 ttg Kewarganegaraan
  • Mengadopsi variasi “ius soli” dan “ius sanguinis” sehingga perumpuan WNI bisa memberi kewarganegaraan kepada anaknya yg lahir di Indonesia.
  • Adanya kemudahan dalam proses naturalisasi dan keimigrasian.
  • Untuk menghindari bipatride atau dwikewarganegaraan, maka setelah berusia 18 thn anak tsb menentukan sikap dalam tempo 3 tahun.
PEMERINTAH YG BERDAULAT
  • Dalam arti luas à keseluruhan badan pengurus negara dgn segala organisasi, bagian-bagian, pejabat-pejabat yg menjalankan tugas negara dari pusat dan daerah;
  • Dalam arti sempit badan pimpinan yg à mempunyai peran dlm menentukan dan melaksanakan tugas negara.
  • Pemerintahan fungsi/tugas dp pemerintah à baik dlm arti sempit (eksekutif) maupun dlm arti luas (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).
  • Berdaulat ke dalam dibatasi oleh hukum positif, ke luar oleh hukum internasional.
UNSUR NEGARA SECARA YURIDIS
LOGEMANN:
  • Wilayah hukum (gebiedsleer) yakni meliputi darat, laut, udara, serta orang dan batas wewenangnya;
  • Subyek hukum (persoonsleer) yakni pemerintah yg berdaulat;
  • Hubungan hukum (de leer van de rechtsbetrekking) yakni hubungan hukum antara penguasa dgn rakyat, termasuk hubungan hukum ke luar dgn dunia internasional.
UNSUR NEGARA SECARA SOSIOLOGIS
RUDOLF KJELLIN:
Faktor Sosial:
1. Masyarakat
2. Ekonomis
3. Kultur
Faktor Alam:
1. Wilayah
2. Bangsa
Barry Buzan (People, State and Fear; Sussex, 1983)
Tiga Komponen Utama Negara:
  • Gagasan/Cita-cita/Tujuan Nasional;
  • Basis Fisik (penduduk dan wilayah);
  • Kelembagaan (eksekutif, legislatif, yudikatif), aparatur dan lembaga-lembaga yg turut berperan sbg penopang eksistensi negara.
UNSUR NEGARA MENURUT KONSEP HUKUM INTERNASIONAL
OPPENHEIM-LAUTERPACHT:
  • Rakyat
  • Daerah
  • Pemerintah
  • Kemerdekaan
  • Pengakuan dari negara lain
  • Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
Kemampuan menjalin hubungan dgn negara lain
  • Mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan pejabatnya (agents) terhadap negara lain.
  • Kemampuan dan kesediaan untuk menaati hukum internasional.
  • Keabsahan berdirinya negara itu dalam hukum internasional.
  • Kemampuan untuk menentukan nasib sendiri negara yang bersangkutan.

Pengertian hukum menurut para ahli

Pengertian hukum menurut para ahli
Pengertian hukum menurut Aristoteles
Sesuatu yang berbeda dari sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
Pengertian hukum menurut Hugo de Grotius
Peraturan tentang tindakan moral yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang kemerdekaan (law is rule of moral action obligation to that which is right).

Pengertian hukum menurut Leon Duguit
Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
Pengertian hukum menurut Immanuel Kant
Keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
Pengertian hukum menurut Roscoe Pound
Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan hukum merupakan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif (Law as a tool of social engineering).

Pengertian hukum menurut John Austin

Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.
Pengertian hukum menurut Van Vanenhoven
Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan berbenturan tanpa henti dari gejala-gejala lain.
Pengertian hukum menurut Prof. Soedkno Mertokusumo
Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja
Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat.
Pengertian hukum menurut Karl Von Savigny
Aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat
Pengertian hukum menurut Holmes
Apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.
Pengertian hukum menurut Soerjono Soekamto
Mempunyai berbagai arti:
1. Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hukum
2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan
3. Hukum dalam arti kadah atau norma
4. Hukum dalam ari tata hukum/hukum positf tertulis
5. Hukum dalam arti keputusan pejabat
6. Hukum dalam arti petugas
7. Hukum dalam arti proses pemerintah
8. Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg
9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai
Jadi, kesimpulannya yaitu hukum adalah peraturan tingkah laku manusia, yang diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa, harus dipatuhi, dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut (sanksi itu pasti dan dapat dirasakan nyata bagi yang bersangkutan).

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

1. PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
  1. Hukum administrasi negara adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara warga negara dan pemerintahnya yang menjadi sebab hingga negara itu berfungsi. (R. Abdoel Djamali).
  2. Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana negara sebagai penguasa menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugasnya. (Kusumadi Poedjosewojo.)
  3. Hukum administrasi negara adalah hukum yang menguji hubungan hukum istinewa yang diadakan, akan kemungkinan para pejabat melakukan tugas mereka yang khusus. (E. Utrecht.)
  4. Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh para pengusaha yang diserahi tugas pemerintahan dalam menjalankan tugasnya. (Van Apeldoorn.)
  5. Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dengan warga masyarakat. (Djokosutono.)
  6. Istilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari istilah Administrasi recht (bahasa Belanda).

2. SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pada umumnya, dapat dibedakan menjadi dua :
  1. Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah hukum. Sumber hukum material ini berasal dari peristiwa-peristiwa dalam pergaulan masyarakat dan peristiwa-peristiwa itu dapat mempengaruhi bahkan menentukan sikap manusia.
  2. Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu. Agar berlaku umum, suatu kaidah harus diberi bentuk sehingga pemerintah dapat mempertahankannya.

3. OBYEK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pengertian obyek adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan. Dengan pengertian tersebut, yang dimaksud obyek hukum administrasi negara adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan dalam hukum administrasi negara.
Berangkat dari pendapat Prof. Djokosutono, S.H., bahwa hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dan para warga masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat.
Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya obyek hukum administrasi adalah sama dengan obyek hukum tata negara, yaitu negara (pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian dilandasi alasan bahwa hukum administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama mengatur negara. Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara mengatur negara dalam keadaan bergerak sedangkan hukum tata negara dalam keadaan diam. Maksud dari istilah ”negara dalam keadaan bergerak” adalah nahwa negara tersebut dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan negara yang ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masing-masing. Istilah ”negara dalam keadaan diam” berarti bahwa negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang perbedaan antara hukum administrasi negara dan hukum tata negara.
4. BENTUK-BENTUK PERBUATAN PEMERINTAHAN
Pengertian pemerintahan dibedakan menjadi dua : 1. Pemerintahan dalam arti luas, yaitu pemerintahan yang terdiri dari tiga kekuasaan yang masing-masing terpisah satu sama lain. Ketiga kekuasaan itu adalah :
a. Kekuasaan legislatif.
b. Kekuasaan eksekutif.
c. Kekuasaan yudikatif.
Pemerintahan kekuasaan diatas berdasarkan teori Trias Politica dari Montesquieu. Tetapi, menurut Van Vollenhoven, pemerintahan dalam arti luas berbeda dengan tori trias politica. Menurut Van Vollenhoven pemerintahan dalam arti luas mencakup :
a. Tindakan / kegiatan pemerintahan dalam arti sempit (bestuur).
b. Tindakan / kegiatan polisi (politie).
c. Tindakan / kegiatan peradilan (rechts praak).
d. Tindakan membuat peraturan (regeling, wetgeving).
Sedangkan pemerintahan dalam arti luas menurut Lemaire adalah pemerintahan yang meliputi :
a. Kegiatan penyelengaraan kesejahteraan umum (bestuur zorg).
b. Kegiatan pemerintahan dalam arti sempit.
c. Kegiatan kepolisian.
d. Kegiatan peradilan.
e. Kegiatan membuat peraturan.
Sedangkan Donner berpendapat, bahwa pemerintahan dalam arti luas dibagi menjadi dua tingkatan (dwipraja), yaitu :
a. Alat-alat pemerintahan yang menentukan hukum negara / politik negara.
b. Alat-alat perlengkapan pemerintahan yang menjalankan politik negara yang telah ditentukan.
2. Pemerintahan dalam arti sempit ialah badan pelaksana kegiatan eksekutif saja tidak termasuk badan kepolisian, peradilan dan badan perundang-undangan. Pemerintahan dalam arti sempit itu dapat disebut dengan istilah lain, yaitu ”administrasi negara”. Bentuk perbuatan pemerintahan atau bentuk tindakan administrasi negara secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Perbuatan hukum / tindakan hukum.
2. Bukan perbuatan hukum.
Perbuatan pemerintahan menurut hukum publik dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu.Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu, yaitu suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat administrasi negara berdasarkan wewenang istimewa dalam hal membuat suatu ketetapan yang megatur hubungan antara sesama administrasi negara maupun antara administrasi negara dan warga masyarakat. Misalnya, ketetapan tentang pengangkatan seseorang menjadi pegawai negeri.
2. Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua. Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua, yaitu suatu perbuatan aparat administrasi negara yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih secara sukarela. Misalnya mengadakan perjanjian pembuatan gedung, jembatan dengan pihak swasta (pemborong).

Macam-Macam Pidana

Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut :
Hukuman-Hukuman Pokok
  1. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
  2. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara.Hukum penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
  3. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.Biasanya terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda. Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
  4. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
  5. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain :
  1. Pencabutan hak-hak tertentu.
  2. Penyitaan barang-barang tertentu.
  3. Pengumuman keputusan hakim.

Macam-Macam Pembagian Delik

Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam :
  1. Delik yang dilakukan dengan sengaja, misalnya, sengaja merampas jiwa orang lain (Pasal 338 KUHP) dan delik yang disebabkan karena kurang hati-hati, misalnya, karena kesalahannya telah menimbulkan matinya orang lain dalam lalu lintas di jalan.(Pasal 359 KUHP).
  2. Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya, melakukan pencurian atau penipuan (Pasal 362 dan378 KUHP) dan tidak menjalankan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut Undang-undang, misalnya tidak melapor adanya komplotan yang merencanakan makar.
  3. Kejahatan (Buku II KUHP), merupakan perbuatan yang sangat tercela, terlepas dari ada atau tidaknya larangan dalam Undang-undang. Karena itu disebut juga sebagai delik hukum.
  4. pelanggaran (Buku III KUHP), merupakan perbuatan yang dianggap salah satu justru karena adanya larangan dalam Undang-undang. Karena itu juga disebut delik Undang-undang.